Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Heru Novianto, menyatakan empat dari enam pelaku ini dibayar ratusan ribu oleh FG dan YA. "Ya, mereka dibayar untuk berantam dengan nominal Rp 500 ribu dan divideokan," kata Heru, saat konferensi pers, di Pos Polisi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020). Pada kesempatan yang sama, empat pelaku ini pun dihadirkan pada konferensi pers tersebut.
Di antaranya Didi, Irawan, Toto, dan Wahid. Heru mengatakan, pihaknya telah menyosialisasikan kepada empat pelaku tersebut, yang dilakukan itu menyalahi aturan. "Kami akan lakukan sosialisasi kepada mereka dan terus melakukan patroli.
"Baik secara sibernya, dan media sosial itu akan kami pantau melalui media sosial yang ada di kami," ujar Heru. Sementara itu, pelaku FG dan FA pun dihadirkan pada konferensi pers tersebut. FG dan FA mengenakan masker.
FG Menyatakan menyesal melakukan rekayasa tersebut. "Saya betul betul menyesal melakukan ini," kata FG, di tempat dan waktu yang sama. Polisi berhasil mengamankan enam pelaku yang melakukan rekayasa baku hantam di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Dua dari enam pelaku ini merupakan dalang perekayasa baku hantam tersebut. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, mengatakan kedua dalang seorang pria dan perempuan. Pelaku pria berinisial FG (25 tahun) dan pelaku perempuan YA (21 tahun).
Heru, sapaannya, FG merupakan pria yang baku hantam seolah pahlawan. Sementara YA, merupakan pelaku yang menyebarkan video tersebut. Keduanya saling kenal. Heru mengatakan, tujuan dua pelaku rekayasa baku hantam ini agar pengikut media sosialnya bertambah.
Bahkan, kata Heru, supaya mendapat sponsor iklan dari berbagai pihak. "Mereka melakukan untuk meningkatkan pengikut (media sosial), sehingga ada iklam untuk film itu sendiri," kata Heru, saat konferensi pers di Pos Polisi Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020). Menurut Heru, FG dan YA tak sadar telah meresahkan masyarakat.
"Secara tidak langsung, mereka menunjukkan di pusatnya ibu kota ini, rusuh atau tawuran yang membikin masyarakat tidak nyaman," jelas Heru. Sementara itu, dalam konferensi pers ini dihadiri Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Susatyo. Begitu juga dengan Kapolsek Metro Menteng, AKBP Guntur Muhammad Thariq.
Kanit Reskrim Polsek Metro Menteng, Komisaris Polisi Gozali Luhulima. Pengamat Media Sosial dari Uhamka, Gilang Kumari Putra. Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Susatyo, mengatakan pelaku YA mentransfer ratusan ribu rupiah kepada satu akun Instagram.
Susatyo menyatakan, tujuan YA melakukan ini demi meningkatkan pengikut di media sosialnya. "Mbx Yeyen ini adalah akun yang digunakan tersangka kedua (YA) yang merekam. Tetapi ditulisannya, bahwa seolah olah ini adalah nyata," ujar Susatyo. "Ini sudah ada viewers 2.653. Kemudian diviralkan lagi di sebuah channel, dan ini viewersnya 116.650," sambungnya.
Artinya, kata dia, hampir 118 ribu warganet menyaksikan video rekayasa tersebut. "Jutaan tiap hari melintas di MH Thamrin, akan membuat resah. Mengapa kepolisian turun langsung, untuk melakukan penyidikan untuk kasus ini agar tak terulang," tegas Susatyo. Dia pun mengimbau agar pemilik akun media sosial tak sembarangan membikin konten.
"Kami harapkan semua akun akun dan channel youtube dan menyebarkan terkait viralnya kasus kekerasan di ruas protokol Thamrin ini, segera dihentikan dan dihapus," kata dia. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, menyatakan FG merupakan dosen di kampus terkenal di perbatasan Tangerang dan Jakarta. "Pelaku FG statusnya sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta," kata Heru.
"Satunya lagi, YA mahasiswanya, 21 tahun, dia juga sebagai penyebar video di media sosial," lanjutnya. Heru melanjutkan, ide awal rekasaya baku hantam ini dimulai dari FG. Kemudian FG meminta tolong YA guna merekam video baku hantam yang direkayasa tersebut.
"Mereka sepakat, lalu FG menuju Jalan MH Thamrin dan mencari orang yang mau dibayar," kata Heru. FG pun menawarkan uang ratusan ribu kepada Didi, Irawan, Toto, dan Wahid. "Akhirnya empat pelaku lainnya mau dibayar dan melakukan rekayasa tersebut," kata Heru.
Didi, Irawan, Toto, dan Wahid merupakan sopir bajaj yang kerap mangkal di dekat gedung Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Wajah keempat sopir bajaj ini tampak melas, bingung, dan seolah tak tahu harus melakukan apa. Didi mengatakan, saat itu dirinya sedang mangkal di dekar Sarinah dan tetibanya FG menawarkan Rp 200 ribu, untuk merekayasa baku hantam.
Kemudian, FG meminta Didi mencari tiga orang lagi untuk melakukan hal yang sama. "Akhirnya saya tawarkan Irawan, Toto, dan Wahid," kata Didi. Didi dan Irawan pun berperan sebagai pelaku yang menyerang FG di zebra cross MH Thamrin.
Mereka dibayar Rp 200 ribu per orang. Sementara Toto dan Wahid dibayar Rp 150 ribu per orang. Didi menjelaskan, alasan menerima tawaran FG lantaran butuh uang.
Namun, Didi menyatakan enggan melakukan hal yang konyol seperti membunuh orang dan sebagainya. "Karena itu rekayasa berantamnya, kami mau. Tapi, kalau dibayar untuk bunuh orang, amit amit. Saya dan teman teman mending jadi sopir bajaj," beber Didi. Sementara itu, FG yang mengenakan masker dan baju biru ini menyatakan menyesal.
"Saya betul betul menyesal melakukan ini," kata FG, di tempat dan waktu yang sama. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Polisi Heru Novianto, mengatakan FG dan YA dikenakan Pasal 28 Ayat (1) Jo Pasal 45A Ayat (1) Undang Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016. Pasal tersebut menjelaskan tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik dan atau Pasal 14 sub.
Mereka juga dapat dikenakan Pasal 15 Nomor 1 Tahun 1946, tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara. "FG dan YA dapat kami sangkakan pasal tersebut dan dengan ancaman sepuluh (10) tahun penjara," ujar Heru. Dia melanjutkan, pihaknya akan terus menyisir pelaku yang melakukan kebohongan seperti FG dan YA.
"Kami akan terus berpatroli untuk mengamankan para pelaku yang terindikasi meresahkan masyarakat," ucapnya. "Sekarang, kami lihat jalan MH Thamrin lkondusif, tidak ada perkelahian, tidak ada hal hal yang meresahkan warga," sambungnya. Sementara, Didi dan tiga rekannya dibebaskan. Namun wajib memberikan keterangan kepada kepolisian jika dibutuhkan.
Pengamat Media dari Kampus Uhamka, Gilang Kumari Putra, mengatakan yang dilakukan FG dan YA, merupakan konten yang receh atau tak bermutu. "Dia melakukan hal yang sangat receh," kata Gilang, sapaannya. Gilang mengatakan, FG dan YA sengaja melakukan rekayasa ini gegara banyak masyarakat Indonesia yang suka melihat konten lucu.
"Dia beranggapan bahwa karena apa, orang Indonesia itu, senang dengan hal yang lucu," beber Gilang. "Ketika mengirim konten lucu, mereka yakin panjata sosialnya lebih cepat dibanding share hal yang serius," sambungnya. Panjat sosial, lanjurnya, akan menjadi salah jika dilakukan secara salah pula.
"Misalnya, ketika nge prank. Karena panjat sosial itu tujuannya meningkatkan viewers, followers, dan akan berujung pada iklan," kata Gilang. Karena itu, Gilang mengimbau para pelaku konten media sosial sebaiknya membikin hal positif. "Tidak boleh menggunakan cara cara rekayasa, ngeprank, misalnya. Karena yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat, untuk bermedsos secara sehat," tutur Gilang.
Menyoal FG dan YA dari kalangan terpelajar, Gilang menyatakan tak mempersoalkan. "Ini bukan masalah dosen atau mahasiswa yang dari kalangan intelektual," kata Gilang. "Saya berkesimpulan, kadang melakukan pansos itu tidak semata mata untuk bersifat ekonomi," sambungnya.