Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menegaskan bahwa Kota Tegal tidak menerapkan kebijakan local lockdown menyikapi adanya kasus corona. Ganjar mengaku sudah menanyakan langsung perihal kebijakan tersebut kepada Wakil Wali Kota Tegal, M Jumadi. "Saya sudah klarifikasi, sudah ada penjelasan soal itu. Intinya itu bukan lockdown, hanya isolasi terbatas agar masyarakat tidak bergerak bebas. Sampai tingkat itu saja," tegas Ganjar Pranowo dalam keterangan tertulis, Jumat (27/3/2020).

Sebelumnya, Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono, mengatakan akan merapkan local lockdown di daerahnya. Menyusul, ada satu pasien positif corona atau Covid 19. Dedy mengatakan akses masuk ke Kota Tegal akan ditutup dengan pembatas beton sehingga tidak mudah dipindahkan.

Akses masuk akan ditutup kecuali jalan nasional dan jalan provinsi. Ganjar menuturkan apa yang terjadi di Kota Bahari julukan Kota Tegal tidak seseram seperti yang diberitakan. "Kalau pakai kata kata lockdown, wartawan pasti suka dengan istilah ini. Jadi tambah rame kan," ujarnya.

Saat ditanya apakah masyarakat masih boleh ke luar rumah, Pemkot Tegal mengatakan masih memperbolehkan. Sehingga, dipastikan bahwa kebijakan itu bukanlah lockdown. "Itu tidak lockdown, kalau iya maka masyarakat tidak boleh ke luar rumah. Lha ini masih boleh kok," tandasnya.

Apa yang dilakukan Pemkot Tegal, lanjutnya, merupakan isolasi kampung. Ganjar justru mendukung langkah ini. Kalau itu berhasil, gubernur akan mendukung penuh dan menerapkannya ke daerah lain.

"Minimal mereka melakukan isolasi pada level terkecil yakni RT. Silakan diatur, masyarakat hanya boleh bergerak di level RT saja. Jadi beritanya tidak seserem yang muncul di media, bahwa besok Tegal akan tertutup rapat, tidak seperti itu," imbuhnya. Sementara itu, di saat sama, beredar di media sosial denah lokasi proyeksi penutupan akses jalan di Kota Tegal. Denah tersebut memberikan informasi akses menuju Kota Tegal yang ditutup oleh beton movable concrete barrier (MBC).

Garis berwarna merah itu menggambarkan beton MBC. Namun, denah lokasi yang tersebar itu dinyatakan belum resmi. Kepala Dinas Perhubungan Kota Tegal, Herviyanto mengatakan, denah lokasi penutupan akses di Kota Tegal itu belum resmi dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Tegal. Ia mengaku, denah itu baru akan dikirimkan ke Satlantas Polres Tegal Kota.

Namun, tanpa sepengetahuan Hervi, denah itu bocor dan tersebar di publik melalui media sosial. "Saya tidak mengerti itu kok bisa bocor ke luar. Padahal itu saya kirim untuk konsumsi Kasatlantas. Kami tidak bisa menetapkan itu tanpa kajian teknis dari Polres," kata Hervi, Jumat (27/3/2020). Hervi mengatakan, denah lokasi penutupan akses Kota Tegal harus tetap melalui kajian teknis dari Polres Tegal Kota.

Nantinya akan terpapar langkah analitis, strategis, dan praktis. Ia sendiri mengaku akan melaporkan kepada pimpinan atas ulah internal yang membocorkan denah lokasi tersebut. "Imbauan saya kepada masyarakat, peta yang ke luar itu belum resmi. Itu masih bahan kajian. Nanti info resmi akan dikeluarkan oleh Humas Pemkot," jelasnya.

Menurut akademisi Undip, Prof Budi Setiyono ada salah kaprah yang terjadi di dalam kebijakan lockdown di Indonesia. Menurutnya, berkaitan dengan local lockdown di Indonesia, sebenarnya yang dimaksud dengan lockdown kalau berkaca pengalaman negara lain terutama di China, Amerika, dan Eropa pada umumnya. Prof Budi menuturkan kebijakan lockdown mempunyai pengaruh dan memiliki konsekuensi jangka pendek, menengah, dan panjang.

"Kalau masyarakat hanya dilarang ke luar rumah misalnya, akan memiliki implikasi implikasi yang susah untuk diukur impectnya." "Sehingga, yang namanya kebijakan lockdown itu mestinya terlebih dahulu didesain secara makro tentang apa itu cakupan lockdown dan kemungkinan kemungkinan kebijakan tersebut serta antisipasi jangka pendek, menengah, dan panjang yang harus dilakukan oleh pemerintah," ungkap profesor yang juga menjabat Wakil Rektor I Undip itu. Dia menyampaikan, berbagai macam risiko lockdown harus dicarikan solusi.

"Misalnya dengan pemenuhan kebutuhan individu individu masyarakat yang tidak boleh berpergian. Masyarakat kita secara individu memiliki berbagai keperluan pemenuhan. Kalau 1 2 hari mungkin masih oke." "Namun, kalau lebih dari seminggu mungkin memiliki implikasi implikasi yang serius terhadap pemenuhan kebutuhan mereka," tuturnya. Dia melanjutkan, ada juga implikasi implikasi yang berkaitan dengan komunitas di masyarakat di suatu daerah, tempat, lokasi, atau bahkan negara.

"Implikasi itu tentu terjadi semua bidang misal ekonomi, politik, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya. Oleh karena itu yang namanya lock down itu harus diiringi dengan kebijakan yang komprehensif di semua bidang," tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *