Teror ular kobra mematikan gemparkan Sukoharjo Jawa Tengah. 31 anakan kobra muncul dari balik karpet. Disisir, ketemu lagi 25 ekor! Sukoharjo Jawa Tengah kembali gempar oleh 'teror' ular kobra. Di sebuah masjid ditemukan 31 anakan ular kobra di lipatan tumpukan karpet.
Karena mencemaskan, sejumlah personel TNI dilibatkan dalam penyisiran. Ternyata ketemu lagi 25 ekor ular kobra di tempat tak jauh berbeda. Sebanyak 31 ekor anak ular kobra Jawa ditemukan diMasjid At Taqwadi Perumahan Griya Adi, Desa Palur, Kecamatan Mojolaban,Sukoharjo. Menurut takmir masjid, Lanjar (47), anak ular sangat berbisa dan mematikan itu pertama kali ditemukan pada Sabtu (7/12/2019) lalu.
"Pada hari pertama ketemu 6 ekor ular kobra, tetapi semua terpaksa dilenyapkan," katanya. Menurutnya, ini merupakan kejadian pertama kali yang terjadi di lingkungan masjid yang berada di permukiman. Karena semakin banyak ditemukan maka penanganan ular ini kemudian dibantu seorang anggota TNI dari Brigrif 6, Janu Wahyu yang juga anggota komunitas pencinta ular, Exalos Indonesia.
Selama empat hari menyisir yang dilakukan Janu, dia menemukan puluhan anak ular kobra Jawa atau yang memiliki nama latin Naja Sputatrix. "Saya temukan lagi 25 ekor, yang 5 ekor sudah saya rilis atau saya lepas liarkan lagi, ini tinggal 20 ekor," kata Janu. Menurut Janu, ular tersebut banyak ditemukan di gudang karpet yang berada di dekat mimbar masjid.
"Ular petama kali saya temukan di tumpukan keramik, dan tumpukan karpet," jelasnya. Tumpukan karpet itu kemudian digelar satu per satu di dalam ruangan masjid, dan banyak sekali ditemukan anak ular di sana. Dia memperkirakan, induk dari anak ular itu masuk ke dalam masjid sekitar dua bulan yang lalu, untuk bertelur lantas pergi.
"Proses penetasan telur ular sekitar dua bulan, dan telur ular ini tidak dierami, jadi setelah si induk bertelur, dia pergi," terangnya. Dia menambahkan, ular yang ditemukan sekitar umur 2 hingga 3 minggu dengan panjang sekitar 20 cm. Untuk mengantisipasi masjid tersebut digunakan sebagai sarang ular, pihaknya dan pengurus masjid menutup lubang di dalam gudang, yang dijadikan tempat untuk pompa air.
PanjiPetualangbeberkan penyebab fenomena banyaknyaularkobrayang berkeliaran di pemukiman warga. Hal itu disampaikanPanjiPetualang, saat menjadi bintang tamu di program acara Call Me Mel (16/122019), yang dipandu olehMelaneyRicardodanIchsanAkbar. Melaney tampak tak habis pikir, bagaimana bisaularkobrasecara serentak berkeliaran di sejumlah pemukiman.
Kabarnya, sejumlah pihak mengatakan bahwa saat ini tengah menjadi musim bertelur bagi para ular tersebut. Penasaran,MelaneyRicardopun menanyakan hal tersebut kepadaPanjiPetualang. "Lagi heboh sekarang, katanya sekarang banyak king kobra bertelur, itu bener enggak sih Ji?" tanya Melaney.
Ditanya begitu,PanjiPetualangpun meluruskan, bahwa ular yang tengah heboh diperbincangkan bukanlah king kobra melainkan kobra biasa. "Iya, sebetulnya bukan king kobra, tapi kobra biasa," ujar Panji. Masih penasaran, Melaney kembali bertanya soal kebenaran ular ular tersebut menyerang pemukiman.
"Betul lagi bertelur banyak sampai ke pemukiman?" tanya Melaney. Panji petualang pun membenarkan soal adanya ular ular yang menyerang pemukiman warga. "Iya betul," jawab Panji.
Ichsan Akbar co host Melaney rupanya ikut penasaran, bagaimana bisa fenomena tersebut terjadi bahkan hingga menyerang pemukiman. "Kenapa bisa begitu fenomenanya?" tanyaIchsanAkbar. Ditanya begitu, Panji kemudian mengungkapkan penyebabularkobraitu bisa berkeliaran hingga ke pemukiman.
Panji menyebutkan, faktor utamanya yakni akibat kerusakan habitat ular itu sendiri. "Faktornya adalah kerusakan habitat," ujar Panji. Pria yang kerap disebut pawang ular itu menjelaskan, kerusakan habitat membuat ular kehilangan tempat tinggalnya.
"Kerusakan habitat membuat mereka tidak bisa lagi menemukan habitat aslinya," terang Panji. Ia juga menjelaskan,ularkobrasesungguhnya habitatularkobramemang berdekata denga manusia. "Sebetulnya kobra itu habitatnya memang berdekatan dengan manusia," kata Panji.
"Sedari dulu memang sering ditemukan di persawahan," lanjutnya. Panji mengungkapkan, pembangunan bisa menjadi satu di antara penyebab rusaknya habitatularkobratersebut. "Tapi kan seriring berjalannya waktu, sawah itu dijadikan rumah, tempat industri, jalanan, dan hal itu membuat mereka (ular) tersingkir," terang Panji.
Hal tersebut kemudian menjadikan ular kehilangan tempat tinggalnya yang pada akhirnya terjadilah fenomena seperti sekarang. "Akhirnya mereka tidak punya habitat, dan konfliklah terjadi di situ," ujar Panji. Usai mendapat pejelasan dari Panji,MelaneyRicardokembali bertanya terkait ular ular yang kabarnya tengah bertelur di bulan ini.
"Dan bener bulan Desember ini bulan bertelurnya si ular ular itu?" tanya Melaney. Panji Petualang kemudian menjelaskan, sebetulnya bulan Desember ini adalah bulan untuk para telur telur ular menetas. Sementara, kata Panji, ular ular itu bertelur pada bulan Juli lalu.
Maka dari itu sekarang kebanyakan ular yang menyerang pemukiman warga masih berukuran kecil. Diduga ular ular tersebut adalah ular yang baru saja menetar dari telurnya. "Bulan menetas, kalau bertelurnya ular itu di bulan Juli," kata Panji.
Menjelang akhir 2019,teror ular kobra, baik anakan maupun induk, menimbulkan kekhawatiran di sejumlah daerah. Tercatat, daerah yang banyak ditemukan kemunculan ular kobra di antaranya di Jakarta, Jember, dan Sukoharjo, Jawa Tengah. Sebelum teror ular kobra, hewan lain yang sempat mendapatkan perhatian karena meresahkan warga adalah Vespa Affinis aliastawon ndas.
Selengkapnya, berikut teror hewan sepanjang 2019 yang dirangkum dari berbagai pemberitaan Kompas.com : Sepanjang 2019, terjadi sejumlah kejadian yang menghebohkan akibat serangan tawon ndas. Serangan tawon dengan nama ilmiah Vespa Affinis ini menggegerkan masyarakat wilayah Jawa Tengah seperti Klaten, Kudus, Sukoharjo, Solo, Pemalang, Brebes dan Tegal.
Di Sukoharjo, sejak Januari hingga November 2019, 400 sarang tawon ndas bahkan telah dimusnahkan. Tak hanya Jawa Tengah, kasus tawon ndas juga menghantui wilayah Jawa Timur, yakni di Kediri, dan Tuban. Tawon ini juga muncul di wilayah Bekasi, Jawa Barat.
Selain di Pulau Jawa, tawon ndas juga muncul di Sinjai Borong, Sulawesi Selatan. Keberadaan tawon ndas membuat resah karena dalam beberapa kasus menyebabkan korban meninggal dunia karena sengatannya. Di wilayah Klaten, misalnya, sepanjang 2019 terdapat 13 kasus kejadian serangan tawon ndas, dengan korban 2 orang meninggal dunia.
Selain itu, korban umumnya juga memerlukan perawatan intensif seperti kejadian yang menimpa bocah di Kudus. Lantaran serangan tawon ndas, seorang anak mengalami bengkak di kepala dan harus dilarikan ke rumah sakit. Selain teror tawon ndas, beberapa wilayah di Pulau Jawa juga diteror dengan kemunculan ular kobra di beberapa tempat.
Kemunculan ular kobra tersebut di antaranya di Ciracas, Jakarta Timur; Jember Jawa Timur; Sukoharjo, Jawa Tengah; serta Wonosari, Gunungkidul. Dari catatan Kompas.com, ular ular tersebut beberapa muncul dalam bentuk anakan. Jumlahnya bahkan ada yang hingga lebih dari 20 ekor, seperti kemunculan ular kobra di Palur Sukoharjo.
Di Pasar Kemiri Muka, Depok, ular kobra juga dilaporkan muncul. Bahkan, ular tersebut mematuk salah seorang pedagang buah di sana. Akibat kejadian tersebut, korban dilarikan ke rumah sakit. Terkait kemunculan ular ular kobra di berbagai wilayah, Peneliti Herpetologi Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Amir Hamidy mengatakan, kemunculan kobra adalah sesuatu yang wajar.
Pasalnya, awal musim penghujan ini adalah musim yang ideal bagi telur telur kobra untuk menetas. Selain itu, menurut Amir, Pulau Jawa memang lokasi habitat asli sebaran ular kobra sehingga wajar ketika kobra ditemukan di banyak lokasi di Pulau Jawa. Sekali bertelur, kobra bisa menghasilkan telur hingga lebih dari 20 butir. Indukan kobra biasanya akan meninggalkan anaknya sebelum telurnya menetas.
Oleh karena itu, ketika menetas, anakan kobra akan menyebar ke mana mana. Ketika Pulau Jawa ramai dengan teror tawon ndas dan ular kobra, wilayah Sumatera resah dengan teror harimau. Salah satu wilayah yang dihantui dengan kemunculan harimau adalah Aceh.
Melansir pemberitaan Kompas.com , 7 Desember 2019, kemunculan harimau Sumatera di permukiman warga Aceh diduga dipicu kerusakan hutan yakni adanya alih fungsi lahan dan penebangan hutan. Selain itu, binatang ini juga memilih memangsa ternak warga lantaran perburuan rusa marak terjadi. Tak hanya di Aceh, sepanjang November Desember 2019, dalam satu bulan ada lima korban diterkam harimau di Kecamatan Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan.
Dari peristiwa itu, 3 warga yang merupakan petani meninggal dunia. Selain di Aceh, munculnya harimau di area pemukiman di kawasan Pagaralam diperkirakan akibat habitatnya yang terganggu. Perburuan rusa, babi, hutan, dan kambing terjadi marak di wilayah tersebut.
Selain itu, jalur harimau yakni Tugu Rimau kini dijadikan objek wisata untuk menjadi jalur pendakian Gunung Dempo. Harimau memiliki wilayah teritorial sendiri dan ia tak akan keluar kecuali terancam. "Semua kejadian yang menjadi korban harimau berada di dalam hutan lindung. Artinya jalur mereka ini mulai terhimpit dan susah mencari makan. Dalam satu hari, wilayah jelajah harimau bisa mencapai 20 kilometer, bahkan bisa lebih kalau ia kesulitan mencari makanan," jelas Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat BKSDA Sumatera Selatan Martialis Puspito dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Jumat(13/12/2019).