Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan jawabannya terkait informasi pasien positif Virus Corona (COVID 19). Jokowi mengakui dirinya ingin menyampaikan data terkait pasien positif COVID 19, namun karena beberapa pertimbangan, diputuskan untuk tetap dirahasiakan. Pertimbangan tersebut di antaranya adalah demi keamanan publik, dan keamanan pasien itu sendiri.

Dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden , Jumat (13/3/2020), awalnya Jokowi menjawab pertanyaan soal respon pemerintah terhadap kasus kasus baru. Jokowi menjelaskan setiap ada kasus positif COVID 19 yang baru, tim penanganan virus tersebut akan segera melakukan penelusuran untuk menemukan siapa saja yang melakukan kontak dengan pasien positif COVID 19. Respon cepat bertujuan agar penyebaran COVID 19 dapat diminamilisir.

"Setiap ada cluster baru, tim reaksi cepat kita pasti masuk," kata Jokowi. "Dibantu dari intelijen BIN, intelijen Polri, dan TNI." "Setiap ada yang baru pasti bergerak," lanjutnya.

Jokowi lalu menjawab soal seberapa efektifnya protokol penanganan wabah virus di Indonesia. Ia menjelaskan tim penanganan Virus Corona berada langsung di bawah komandonya, dan tim reaksi cepat berada di bawah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). "BNPB tadi mengkoordinatori mengenai tim reaksi cepat," katanya.

Presiden di periode kedua itu memberikan contoh evakuasi Wuhan yang hanya dilakukan dalam dua hari sebagai bukti cepatnya kinerja pemerintah menangani COVID 19. Ia juga mencontohkan prosedur observasi di Natuna yang berlangsung dengan rapih dan teroganisir. "Kecepatan itu yang ingin saya sampaikan," kata Jokowi.

Ayah Gibran Rakabuming Raka itu lalu menjelaskan terkait data informasi pasien positif COVID 19. Jokowi mengakui dirinya ingin membagikan informasi pasien positif COVID 19. Namun karena adanya sejumlah pertimbangan, pemerintah memutuskan untuk menyembunyikan info pasien.

Pertimbangan tersebut di antaranya adalah agar tidak menyebar kepanikan di masyarakat, dan menjaga keamanan pasien setelah sembuh dari COVID 19. "Sebetulnya inginnya kita sampaikan, tetapi kita juga berhitung mengenai kepanikan dan keresahan di masyarakat," kata Jokowi. "Juga efek nantinya terhadap pasien apabila sembuh."

"Jadi setiap negara, saya kira memiliki policy (kebijakan) yang berbeda beda." Jokowi menambahkan, terlepas dari pembagian data pasien positif COVID 19, tim pemerintah selalu bergerak cepat menangani wabah asal Wuhan, Hubei, China itu. "Tetapi yang jelas, setiap ada cluster baru, pasti tim reaksi cepat kita langsung memagari," pungkasnya.

Lonjakan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang cukup banyak, menimbulkan tanya dari masyarakat. Muncul pihak yang menuding pemerintah tak berusaha maksimal dalam menangani COVID 19. Dikutip dari YouTube PRIME TALK metrotvnews, Kamis (12/3/2020), Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Dany Amrul Ichdan membantah bahwa pemerintah tidak serius dalam penanganan COVID 19.

Awalnya Analis Kebijakan Publik Trubus Rhadiansyah, menilai pemerintah belum maksimal dalam menangani COVID 19. Argumennya didasari melalui tingginya jumlah ODP dan PDP yang diumumkan oleh pemerintah. "Menurut saya belum, karena saya lihat kalau mengatakan tepat berarti kan tidak ada peningkatan jumlah ODP atau PDP, tetapi kan kita lihat ada peningkatan," kata Trubus.

"Berarti selama ini penanganannya belum optimal," tambahnya. Trubus menilai langkah pemerintah yang tidak melibatkan masyarakat juga menjadi faktor kurangnya pengikutsertaan masyarakat sipil dalam penanganan COVID 19. "Yang ada sekarang ini, justru sifatnya top door , dari atas, maka yang terjadi masyarakat kan pasif posisinya," ujarnya.

Ia mengatakan imbas dari kebijakan yang hanya didominasi oleh pemerintah, menyebabkan kurangnya kesiapan daerah daerah dalam menangani COVID 19. "Karena itu kalau anda lihat, di daerah belum berjalan protokol itu sebagaimana mestinya, ada yang sudah berjalan, tapi sebagian masih belum," sambung Trubus. Menanggapi tudingan tersebut,Tenaga Ahli Utama KSP Dany Amrul Ichdan membantah pemerintah tak maksimal mengatasi COVID 19.

Dany menjelaskan bahwa peningkatan jumlah ODP dan PDP bukan berarti pemerintah lalai dalam menangani COVID 19. Justru sebaliknya, Dany mengatakan peningkatan jumlah tersebut, menandakan pemerintah terus bergerak aktif mendeteksi potensi potensi COVID 19 yang ada di masyarakat. "Kita juga pemerintah melihat, terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang ada, yang perlu saya sampaikan adalah kenaikan jumlah orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan, tidak menunjukkan bahwa kita jelek," kata Dany.

"Dengan penambahan orang dalam pemantauan, berarti menunjukkan bahwa pemerintah telah berhasil untuk melihat segmen segmen mana, atau populasi populasi mana yang dianggap atau punya risiko memberikan penularan, maka dilakukan observasi, dan isolasi." "Jadi penambahan jumlah orang dalam pemantauan menunjukkan keseriusan pemerintah di dalam mensegmenkan, dan memberlakukan orang dalam pemantauan, sehingga bisa dieliminir risiko risiko yang akan ditimbulkan," pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *