Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan terkait pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah. Hal tersebut diketahui dari video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV , Rabu (11/12/2019). Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman.

Dalam putusan tersebut, MK menetapkan pencalonan oleh mantan narapidanadapat dilakukan kembali setelah menunggu lima tahun dari hukuman terakhirnya. Mantan narapidana yang mendapatkan ancaman hukuman lima tahun atau lebih tidak diperkenankan untuk mengikuti pemilihan kepala daerah. Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan gugatan Pasal 7 ayat 2 huruf (g) Undang undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.

Pasal 7 ayat 2 huruf(g) UU Nomor 10 tahun 2016 tersebut menjelaskan seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Serta mantan narapidana juga dapat mencalonkan diri namun secara terbuka dan jujur dengan apa yang pernah dialaminya dan dikemukakan pada masyarakat luas. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengkritisi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai peraturan dalam pencalonan diri menjadi kepala daerah.

Saut mempertanyakan apakah di dalam sebuah partai politik tidak terdapat kaderisasi dan rekrutmen sehingga tidak memiliki sosok mumpuni yang lain. Kemudian Saut juga menuturkan di mana adab tokoh politik yang pernah terjerat kasus korupsi apabila mencalonkan kembali menjadi kepala daerah. "Apa benar memang tidak ada kaderisasi, apa memang benar tidak ada rekrutmen, apa kemudian kode etiknya seperti itu, apakah itu etik," jelas Saut, dalam acara Kompas Pagi yang tayang di Kompas TV, Selasa (10/12/2019).

"Jadi sekali lagi memang kalau kita komit dengan rekomendasi KPK itu tidak dilakukan gitu." "Ya memang terserah rakyatnya, mau pilih atau tidak. Tetapi kalau rakyatnya dikasih pilihan yang tidak ada pilihan lain mau gimana," imbuhnya. Selain itu,Komisioner KPU, Ilham Saputra menuturkan KPU pada dasarnya menolak seorang koruptor mendaftar sebagai calon kepala daerah.

Namun, Ilham mengatakan pihaknya mencoba untuk realistis. Alasan yang diberikan KPU terkait keputusan tersebut adalah karena apabila mencantumkan larangan akan menjadikan perdebatan di masyarakat maupun tokoh politik. Perdebatan yang ditakutkan terjadi dapat membuat pihak KPU untuk tidak bisa fokus menjalankan proses Pilkada 2020.

"Kemudian kami tetap menolak prinsipnya koruptor itu masuk menjadi calon Pilkada, tetapi sekali lagi kami mencoba untuk realistis," ungkap Ilham. "Karena perundang undangan PKPU ini memang ada sedikit persoalan ketika Kumham tidak ingin memasukkan pasal ini." "Kalau ini berbelit belit maka akan menjadi persoalan. Sementara tahapan untuk pencalonan perseorangan sudah berjalan," tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *